1. Resonansi
Jika pulsa
RF dengan frekuensi ω sama dengan frekuensi presesi proton maka
resonansi akan terjadi. Jika proton
berpresesi pada frekuensi ω dan frekuensi pulsa RF tidak sama dengan ω, selanjutnya
medan magnet B berosilasi pada frekuensi
yang berbeda dengan proton dan kedua frekuensi tidak sesuai. Jika frekuensi
pulsa RF tidak sesuai dengan frekuensi spin, maka sistem tidak akan beresonansi
sehingga tidak akan ada energi yang dihasilkan.
Bayangkan
bila hal ini terjadi pada bidang x-y. Proton spinning dengan frekuensi ω0. kemudian kita memiliki medan magnet yang
berosilasi dengan frekuensi ω1 yang berbeda dengan dari frekuensi presesi proton yaitu ω0, maka sistem tidak akan beresonansi
sehingga proton tidak akan ”flip” ke bidang x-y. Point klarifikasi :
karakteristik pulsa RF ditentukan oleh dua parameter yaitu kekuatan (B1)
dan frekuensi (ω2). Guna membuat terjadinya resonansi serta pulsa RF memberikan efek
terhadap proton secara keselruhan maka frekuensi dari pulsa RF harus sesuai
dengan frekuensi presesi proton. Jika frekuensi ω2 benar , maka kekuatan RF pulsa (B1)
menghasilkan presesi proton pada x axis dengan frekuensi ω1 (mengikuti persamaan Larmor ω1 = γ B1).
Jika ω0 dan ω2 sama maka
sistem akan beresonansi dan proton akan flip menuju ke bidang x-y. Pada saat
bersamaan, proton berpresesi mengelilingi axist medan magnet B1
dengan frekuensi yang lebih kecil (ω1), sehubungan dengan persamaan frekuensi Larmor
yang dihubungkan dengan RF medan magnet B1 dan tidak dengan medan
magnet B0.
Point
klarifikasi lainnya ialah ingatlah bahwa sebelum pulsa RF, proton berpresesi
pada z axis tetapi mereka berada di luar fase dan tidak memiliki komponen net
tranversal. Setelah pemberian pulsa RF, proton didekatkan dengan medan
magnet baru B1 (yang juga
berosilasi dengan frekuensi ω0). Dengan demikian mereka akan
memjadi sejajar dengan medan magnet baru dan selanjutnya akan berada di dalam
fase. Akibatnya akan terbentuk magnetisasi pada medan transversal. Semakin
banyak proton yang segaris maka fase koheren akan semakin besar sebanding
dengan magnetisasi pada bidang tranversal. Secara simultan, seperti yang telah
didiskusikan sebelumnya, medan B1 juga menyebabkan pergerakan spiral
pada proton. Kedua faktor tersebut menjelaskan proses terjadinya flipping.
Kembali
pada sistem koordinat 3 dimensi, vektor M0 (net magnetisasi pada
saat proton segaris dengan medan magnet luar) mulai berpresisi pada x axis di
bidang z-y. Berdasarkan kekuatan dari pulsa RF B1 dan durasinya τ1
kita dapat menentukan flip angle (sudut fractional dari presisi tunggal).
Persamaan flip angle dapat dibuat seperti di bawah ini :
ө = γ B1 τ
Berdasarkan
persamaan di atas , kita dapat menyimpulkan bahwa flip angle proportional
dengan :
1. τ = durasi dari pulsa RF
2. B1 = kekuatan dari Medan
magnetik RF ; kekuatan dari pulsa RF
3. γ = ratio gyromagnetic
Kita dapat memiliki pulsa RF
yang sangat kuat yang diberikan pada periode waktu yang pendek, atau kita dapat
memilki pulsa RF yang buruk yang diberikan pada waktu yang lebih panjang maka
keduanya akan tetap menghasilkan flip angle yang sama.
2. Referensi
Rotating Frame
Untuk menyederhanakan konsep
”flipping” bayangkan sebuah frame referensi baru yang berotasi pada frekuensi
Larmor ω0 (jika anda ingin
mempelajari pergerakan dari seseorang pengendara korsel , tidaklah lebih mudah saat
mengendarai korsel dibandingkan dengan bila hanya memerhatikannya dari luar).
Berdasarkan hal tersebut, seseorang
yang tidak berada dalam sistem koordinat tersebut tetapi hanya melihat dari
luar saja. Terhadap orang ini, proton akan berpresisi secara simultan pada z
axis dari medan magnet B0 dengan frekuensi ω0, dan pada x axis dari medan magnet B1
dengan frekuensi ω1. Observer yang berada di luar
tersebut akan menyaksikan presisi rapid
sepanjang z axis yang akan secara perlahan bergerak spiral down menuju bidang
x-y. Pergerakan tersebut merupakan hasil dari dua macam pergerakan presisi yang
terjadi secara simultan.
Namun jika observer berada dalam
sistem koordinat yang berotasi, dan bergerak dengan frekuensi yang sama dengan
salah satu sistem yang berosilasi (B1 atau B0), maka ia
hanya akan melihat pergerakan dari sistem kedua. Sebagai contoh, jika ia
berotasi pada frekuensi osilasi dari spin di dalam medan magnet eksternal ω0 maka ia akan melihat presisi yang lambat
dari proton yang berada pada z axis menuju bidang x-y sebagai pergerakan yang
sederhana. Hal tersebut hanya akan terjadi jika ω0 = ω2, atau ketika frekuensi pulsa RF ω2 sama dengan frekuensi presisi proton ω0. Kondisi ini akan menyebabkan sistem
beronansi.
Bila kita kembali ke masa dimana
pergerakan proton spiral terlihat dari titik observasi di luar, lingkaran
berurutan yang mengelilingi z axis
merepresentasikan frekuensi osilasi ω0 dari spin yang merespon bidang magnet eksternal B0
dan penurunan yang lambat dari spiral ke bidang x-y merepresentasikan frekuensi
osilasi spin dalam merespon bidang magnet pada pulsa RF B1. jika
observer ikutr serta berosilasi dengan sistem pada frekuensi ω0, maka ia akan melihat penurunan yang
lambat dari presisi proton dalam merespon pulsa RF. Karena medan magnet
ditimbulkan oleh pulsa RF (B1), frekuensi presisi pada bidang z-y
akan lebih lambat daripada presisi yang terjadi pada z axis.
3. Pulsa RF
900
Dalam
merespon medan magnetik yang kuat dalam z axis, spin akan menjadi segaris. Hal
ini menghasilkan net magnetisasi, M0. Selanjutnya, kita akan
memberikan pulsa RF external yang menimbulkan flip pada magnetisasi vektor
sebesar 900 menuju bidang x-y. Ketika magnetsasi vektor berada di
bidang x-y, kita menyebutnya sebagai Mxy.
Mxy
= komponen M0 pada bidang x-y
Jika vertor vektor slip ke bidang x-y,
maka magnitude Mxy sama dengan magnitude vector M0 maka
hal ini dinamakan flip 900. Pulsa yang dapat menyebabkan flip 900
disebut dengan pulsa RF 900.
Proton yang segaris dengan Medan magnet
luar berada dalam dua kategori energi yaitu tingkatan lower energi (E1)
yang segaris dengan (pararel) medan magnet B0 dan tingkatan energi
yang lebih tinggi (E2) yang segaris dengan bidang berlawanan. Setelah
pemberian pulsa RF 900, beberapa proton dari tingkatan energi yang
lebih rendah akan didorong menuju tingkatan energi yang lebih tinggi. Hal ini
hanya terjadi pada frekuensi Larmor
∆E = E2 – E1 = (2µ) (B0)
Dimana µ ialah momen dipol magnetik (MDM). Dengan kata lain, untuk berubah dari satu
tingkatan energi ke tingkatan energi yang lain, energi memerlukan pengaruh pada
MMD proton dan kekuatan dari medan magnet B0 dengan persamaan Plack
:
E = hd λ = hv = hf = h ω
Dimana v =
f dengan catatan frekuensi linier (dalam lingkaran/sec (Hz)), ω berarti
frekuensi angular (radian/sekon), h ialah konstanta Planck (6,62 x 10-4
joule/sekon) dan h ialah h/2π. Selanjutnya dikombinasikan dengan persamaan
sebelumnya maka :
γ = 2µ / h (radian/tesla) atau f = (2 µ/h) . B0 (Hz/ tesla)
pada persamaan setelah proton
ditempatkan pada medan magnet, jumlah proton pada tingkatan energi yang lebih
rendah (kutub utara) akan lebih banyak dibandingkan dengan proton yang memiliki
tingkatan energi yang lebih besar (kutub selatan), maka akan terjadi vektor
magnetisasi longitudinal M0.
Pada saat energi diberikan oleh pulsa RF untuk flip proton pada kutub
utara menjadi proton dengan tingkatan energi yang lebih tinggi, jumlah proton
pada kedua tingkatan energi dapat dihitung. Pada saat hal ini terjadi,
pengukuran vektor magnetisasi longitudinal tidak lagi terjadi. Pada kenyataannya, pulsa RF
menyebabkan spin mulai berpresisi dalam fase dengan satu dan lainnya. Penjumlahan
vektor pada fase utara dan titik selatan, proton presisi berada pada bidang
tranversal. Presisi magnetisasi tranversal ini beerada pada frekuensi Larmor.
Frekuensi angular pada saat proton
berotasi 900 pada x axis diberikan oleh persamaan Larmor sebagai
berikut :
ω1 = γ B1
seperti pada tingkatan
sebelumnya, fase dari besarnya derajat presisi berhubungan dengan frekuensi ω1 dan durasi τ dari pulsa RF :
ө = ω1 τ
= γ B1 τ
Dari
persamaan tersebut kita dapat menghitung durasi yang dibutuhkan untuk presisi
proton sebesar 900 (π/2), ialah waktu yang diperlukan untuk sebuah
pulsa RF guna ”flip” spin sebesar 900 menjadi bidang x-y pada
setting kekuatan RF B1 dengan persamaan sebagai berikut :
τ π/2
= (π/2) / γ B1 γ
Persamaan
ini menunjukkan bahwa jika kita menjaga pulsa RF pada durasi waktu τ π/2 ,
magnetisasi vektor akan flip sebesar 900.
4. Pulsa
1800
Pulsa 1800 memiliki
energi dua kali lipat (atau durasi dua kali lipat) dibandingkan pulsa 900.
Setelah pemberian pulsa 1800, vektor magnetisasi longitudinal
dirubah dan spin mulai untuk kembali dari M0. setelah pemberian RF
1800, spin pada titik utara didorong dari tingkatan energi rendah
menjadi tingkatan energi tinggi. Pulsa 1800 secara pasti merubah
persamaan pada titik utara tanpa mempengaruhi fase koheren atau magnetisasi
tranversal.
Dengan demikian kita dapat
menguj\kur durasi waktu RF pada pemberian pulsa RF 1800 sebagai
berikut :
τ π
= π / γ B1 γ
Untuk
rekapitulasi, guna menghasilkan pulsa RF 1800, kita dapat
menggunakan pulsa RF lainnya yang memiliki kekuatan sama dengan pulsa RF 900
tetapi diberikan dua kali pada durasi yang sama, atau pulsa RF yang diberikan 2
kali kuatnya pada saat durasi yang sama.
5. Partial Flip
Pada
kasus partial flip (kurang dari 900) komponen magnetisasi berakhir
pada bidang x-y akan memiliki magnitude yang kurang pada vector magnetisasi
original M0. Pada kenyataannya:
Mxy = M0 sin ө
Partial
flip yang diterima akan menurunkan kekuatan dan durasi pulsa RF sesuai dengan
persamaan sebelumnya.
6. Pengaruh Flip Angle
Terhadap Image
Parameter ini dipilih saat melakukan field echo sequence guna
menghasilkan kontras gambar yang unik dan memuaskan. Flip angle berhubungan
dengan jumlah spin pada bidang tranversal (flip angle pendek dihasilkan dari
jumlah spin yang sedikit pada bidang tranversal). Pemilihan flip angle bersamaan dengan pemilihan
TR, di dalam bergantung pada kekuatan medan dari system operasi. Secara umum,
ketika flip angle pendek dipilih, efek T2 predominan, image akan tampak dalam
T2-weighted sequence sehingga struktur yang berisi cairan akan nampak terang.
Memperbesar flip angle akan meningkatkan pengaruh T1 dengan cara membiarkan
relaxasi komplit pada jaringan dengan T1 pendek, sehingga memberi kontribusi
terhadap terbentuknya lebih banyak signal pada repetisi sequence berikutnya.
Waktu relaksasi pada jaringan
ditentukan oleh medan magnet yang terjadi pada saat NMR. Ini dapat dirubah
hanya jika medan magnetik juga diubah. Ketika sequence digunakan untuk
menghasilkan flip angle khusus seperti yang dilakukan pada gradient echo
imaging atau sequence membutuhkan persiapan pulsa, waktu relaxaxi akan menjadi
fungsi dari sudut tersebut. Sebagai contoh bila flip angle yang dipilih ialah
450, vektor tissue akan recover ke bidang longitudinal magnetisasi
(T1 growth) lebih cepat dibandingkan ketika menggunakan SE konvensional dimana
pulsa sequence yang digunakan ialah 900. TR seharusnya diubah untuk
mengakomodasi peningkatan waktu relaxasi tersebut. Untuk alasan tersebut,
gradient echo imaging sequence dapat diilakukan pada waktu yang lebih cepat
dari SE sequence. Citra yang menggunakan partial flip teknologi akan
menghasilkan kontras yang mirip dengan image dengan TR sequence (T2-weighted SE
sequence) dengan waktu imaging yang lebih pendek.